Saturday, October 14, 2006

Krisis Nuklir Korea Utara

UJI COBA NULKIR KOREA UTARA:
KEGAGALAN DIPLOMASI BUSH
Oleh: Pan Mohamad Faiz*
Beberapa hari yang lalu, Korea Utara mengeluarkan statement yang mengklaim keberhasilannya dalam melakukan uji coba nuklir, meskipun pada waktu yang bersamaan sebenarnya Korea Utara telah mendapat tekanan dari dunia international agar Korea Utara segera meninggalkan program persenjataan nuklirnya.

Ledakan kuat atas uji coba nuklir tersebut disinyalir terjadi di sebuah fasiltas bawah tanah di Provinsi Hamgyong Utara, Korea Utara. Berbagai ahli analisis pertahanan mempercayai bahwa Korea Utara tidak mungkin mempunyai kemampuan untuk dapat melakukan hal tersebut, tetapi sepertinya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Korea Utara hanya sekedar melakukan gertakan politik. Baik ahli dari Russia maupun Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka percaya klaim yang telah diumumkan secara terbuka oleh Korea Utara sangat akurat dan ledakan maha dahsyat yang terjadi tersebut diperkirakan mempunyai daya ledak sekitar 15 kilo ton TNT, yang secara sepintas dapat dikatakan mendekati dengan daya ledak pada bom Hiroshima di tahun 1945.

Para pemimpin dunia mengutuk keras tindakan Korea Utara tersebut, karena apa yang dilakukannya dianggap telah mengancam ketentraman dan stabilitas keamanan. Oleh karena itu, mereka meminta kepada Dewan Kemanan PBB agar Korea Utara dijatuhkan sanksi berdasarkan Bab Tujuh dari Piagam PBB yang mengatur mengenai “ancaman terhadap ketentraman” dan “tindakan untuk melakukan agresi”.

Perwakilan Energi Atom International melaporkan bahwa uji coba nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara telah mengancam rezim anti pengembangbiakan bahan nuklir dan juga telah menciptakan konflik keamanan yang cukup serius, tidak hanya pada kawasan Asia Timur tetapi juga untuk seluruh masyarakat International.

Pre-emptive Attack

Belum lama pula, tepatnya pada bulan Juli tahun ini, Korea Utara juga telah melakukan uji coba tujuh buah misilnya, termasuk satu kali kegagalan terhadap misil jarak jauh Taepodong-2 yang dapat menjangkau wilayah Amerika Serikat. Itulah sebabnya, di samping telah membuka babak baru yang cukup berbahaya di dalam pengembangbiakan senjata nuklir, uji coba yang dilakukan oleh Korea Utara dianggap telah menciptakan ancaman sangat serius bagi Amerika Serikat dan sekutunya yang sedang mencoba untuk menguasai negara-negara yang tidak tidak berpihak kepadanya. Akibatnya, petinggi garis keras di Washington telah merencanakan untuk menggunakan “pre-emptive attack” terhadap tempat-tempat pembuatan nuklir di Korea Utara dalam jangka waktu dekat ini jika uji coba tersebut dianggap telah dan akan menimbulkan ancaman.

Meskipun motif dalam menggunakan “pre-emptive attack” mempunyai tujuan yang mulia, tetapi secara pribadi penulis sangat tidak setuju jika seandainya tindakan tersebut ditempuh. Sebab, bagaimanapun juga, memberikan legitimasi dengan menyebutnya sebagai hak bagi setiap negara untuk menggunakan “pre-emptive attack” sebagai tindakan membela diri, maka hal tersebut sama saja degan memberikan perizinan yang pada nantinya tidak mungkin lagi dapat kita dikendalikan. Selain itu, hal tersebut juga akan memberikan kesempatan luas untuk melegitimasi penyerangan yang membabi-buta secara bersama-bersama oleh negara adikuasa guna menghancurkan negara-negara lemah di dunia ini. Terlebih lagi, tindakan tersebut secara tidak langsung akan pula melanggar ketentuan Piagam PBB yang nyata-nyata mendahului tindakan masyarakat internasional di mana setiap tindakan haruslah terlebih dahulu diputuskan melalui melalui instrumen Dewan Keamanan PBB.

Lagipula, sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan Asia Timur telah serta merta memberikan sanksi dalam waktu yang cukup lama yang akibanya telah menimbulkan permasalahan utama di bidang ekonomi yang cukup serius yang hingga saat ini masih diderita oleh Korea Utara. Tentu saja, analis dari Seoul, Beijing dan Washington menyakini bahwa kemarahan Pyongyang terhadap sanksi yang telah dijatuhkan kepadanya adalah satu dari sekian alasan utama yang melatarbelakangi uji coba nuklir yang terkesan memberikan satu bentuk perlawanan baru. Hal senada telah nyata diungkapan oleh para petinggi Pyongyang bahwa tindakan yang dilakukan adalah sebuah tanda dari titik kulminasi selama dua dekade perlawanan Korea Utara terhadap Amerika Serikat, perseteruan abadi terhadap negara yang mempunyai kekuatan ekonomi terkuat di dunia.

Oleh karenanya, China dan beberapa negara lainnya merasa enggan untuk memberikan dukungan penuh terhadap sanksi ekonomi kembali yang akan dijatuhkan oleh PBB terhadap klaim keberhasilan uji coba nuklir Korea Utara, sebab draft sanksi tersebut sepenuhnya dibuat oleh Amerika Serikat. Mereka tidak mengharapkan Pyongyang akan mengambil langkah keras dengan tindakan balasan yang justu dapat memperburuk hubungan dengan negara-negara disekitarnya apabila sanksi tersebut terkesan dipaksakan.

Maka dari itu, berdasarkan sudut pandang spektrum politik lain, Taylor Marsh berpendapat bahwa uji coba Korea Utara adalah sebuah bukti lebih lanjut dari kegagalan administrasi dan diplomasi dari Bush, di mana pertama kali dimulai dengan kebijakan politik Bill Clinton dan kemudian diperparah dengan menghina Pyongnyang dengan menghubungkan Korea Utara bersama Iran dan Iraq sebagai bagian dari “Axis of Evil”. Kini Korea Utara telah memetik pelajaran berharga dari kehancuran Iraq bahwa mereka harus juga mampu bersikap kasar kepada siapapun guna menghindari terjadinya berbagai bentuk invasi kenegaranya.

Dari Iran hingga Korea Utara kemudian sampai dengan Venezuela, mereka mulai membangun strategi anti pemimpin-pemimpin negara barat guna memberikan ancaman di tengah-tengah menguatnya harga minyak dunia atau sekedar untuk memperlemah jangkauan militer Amerika Serikat dengan cara mengurangi daya pengaruh publik terhadap dukungan atas penggunaan “pre-emptive action” oleh kekuatan militer Amerika Serikat dan sekutunya.

Tentu saja kita setuju dan mengecam keras tindakan pengembangbiakan senjata nuklir, dan sudah sepatutnya pula hal tersebut harus segera dimusnahkan. Namun demikian, jika Amerika, Inggris, dan negara lainnya mengingkan negara-negara lainnya menghentikan pembuatan senjata nuklir, maka hemat penulis mereka seharusnya dapat pula memimpin dengan memberikan contah terlebih dahulu dalam membina hubungan baik dengan negara manapun, dan bukan justru menciptakan tindakan sebaliknya yang saling bermusuhan.

[Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Program Master of Comparative Law pada Faculty iof Law, University of Delhi dan Program Master of Political Science pada IGNOU, New Delhi. Penulis dapat dihubungi melalui email: pm_faiz_kw@yahoo.com atau log on pada http://www.jurnalhukum.blogspot.com]

Note : Artikel ini telah dimuat pada H.U. Jawa Pos, 16 Oktober 2006)

10 comments:

Anonymous said...

hmmm, gak bosen ngomongin politik mlulu?
yuk, refresh ke blog gw :)

Anonymous said...

Teruskan perjuanganmu Korea Utara.
Hadanglah kesombongan Amerika.
Selamat atas kesuksesan anda.

Anonymous said...

nuklir korea utara merepresentasikan pengecuaalian kajian studi keamanan untuk negar-negara dunia ketiga

Anonymous said...

nuklir korea utara merepresentasikan pengecuaalian kajian studi keamanan untuk negar-negara dunia ketiga

Anonymous said...

dari pda rever to america dkk lebii bae' refer to north korea .
i agreed with north korea's nuclear programm .

seharusnya sebagai negara yang menjamin keamanan dan kenyamanan masyarakatnya, Indonesia kalo perlu mesti belajar banyak dari korut .

sekarang banyak intervensi amerika dkk dimana-mana . Jgn sampe suatu hari amerika juga intervensi di Indonesia .

pegang terus keteguhan korut yg mengambil pelajaran dari kehancuran iraq dan timur tengah . .

Mora said...

Pengembangan Nuklir untuk persenjataan yang dilakukan oleh Korea Utara merupakan suatu penerapan doktrin yang pernah dicetuskan oleh pendiri negara komunis ini yaitu Kim Il-Sung pada tanggal 28 Desember 1955 yang menyatakan bahwa: Korea Utara harus mandiri dalam melakukan kebijakan nasionalnya sesuai dengan ideologi Juche/ Self Reliance.
Membangun kekuatan Militer bagi Korea Utara merupakan prioritas utama negaranya yang dikenal dengan istilah the army first policy. Hal tersebut tertuang kedalam kebijakan negaranya yang dikenal dengan istilah empat pokok kebijakan militer (the four point military guidelines) yaitu mempersenjatai seluruh rakyat, mempersenjatakan seluruh warga negara sebagai kader kekuatan, mendidik semua tentara sebagai kader kekuatan, memodernisasikan persenjataan.

Mora said...

Pengembangan Nuklir untuk persenjataan yang dilakukan oleh Korea Utara merupakan suatu penerapan doktrin yang pernah dicetuskan oleh pendiri negara komunis ini yaitu Kim Il-Sung pada tanggal 28 Desember 1955 yang menyatakan bahwa: Korea Utara harus mandiri dalam melakukan kebijakan nasionalnya sesuai dengan ideologi Juche/ Self Reliance.
Membangun kekuatan Militer bagi Korea Utara merupakan prioritas utama negaranya yang dikenal dengan istilah the army first policy. Hal tersebut tertuang kedalam kebijakan negaranya yang dikenal dengan istilah empat pokok kebijakan militer (the four point military guidelines) yaitu mempersenjatai seluruh rakyat, mempersenjatakan seluruh warga negara sebagai kader kekuatan, mendidik semua tentara sebagai kader kekuatan, memodernisasikan persenjataan.
By: Henry Mora Simaremare, Mahasiswa FISIP Hubungan Internasional Universitas Nasional.

Anonymous said...

nuklir hanya dijadikan alat ancaman, saya yakin seratus persen bahwa nuklir digunakan oleh korut hanya untuk memenuhi kebutuhan negaranya sehari-hari dengan "memeras" negara maju seperti AS. Korut akan mengeluarkan wacana untuk melakukan uji coba nuklir, lalu ditentang oleh AS dan kawan2. Negara maju meminta untuk jangan melakukan uji coba nuklir dan mengajak korut untuk berunding,korut jual mahal tapi untuk menaikkan bargaining positionnya, lama kelamaan suasana makin tegang dan akhirnya korut bersedia berunding dengan mengajukan persyaratan "kami akan menghentikan uji coba nuklir kami asalkan negara maju memberikan kami sejumlah besar uang" Inilah skenario Korut.


saya juga yakin kalau Kim Jong Il memegang teguh perkataan "tidak ada yang menang dalam suatu perperangan"

By: rendy Fisip HI UPN "veteran" jogja

Anonymous said...

nuklir hanya dijadikan alat ancaman, saya yakin seratus persen bahwa nuklir digunakan oleh korut hanya untuk memenuhi kebutuhan negaranya sehari-hari dengan "memeras" negara maju seperti AS. Korut akan mengeluarkan wacana untuk melakukan uji coba nuklir, lalu ditentang oleh AS dan kawan2. Negara maju meminta untuk jangan melakukan uji coba nuklir dan mengajak korut untuk berunding,korut jual mahal tapi untuk menaikkan bargaining positionnya, lama kelamaan suasana makin tegang dan akhirnya korut bersedia berunding dengan mengajukan persyaratan "kami akan menghentikan uji coba nuklir kami asalkan negara maju memberikan kami sejumlah besar uang" Inilah skenario Korut.


saya juga yakin kalau Kim Jong Il memegang teguh perkataan "tidak ada yang menang dalam suatu perperangan"

By: rendy Fisip HI UPN "veteran" jogja

Arjuna21 said...

Indonesia juga seharusnya lebih memikirkan masa depan bangsanya,,jangan hanya mengekor negara2 maju sprti amerika,, teladanilah negara2 mandiri seperti Iran, China, "Korea utara" dalam aspek positif. sehingga diharapkan Indonesia yang merupakan negara besar dengan populasi dan SDM besar bisa menjadi negara yang mandiri dan maju.