Tuesday, October 28, 2008

Sumpah (Saya) Pemuda!

MEMPERINGATI HARI SUMPAH PEMUDA KE-80


“Memilih satu momentum yang tepat adalah pula satu keharusan, sebab kalau tidak maka segala-galanya akan menjadi sia-sia dan mubazir. Saya katakan mubazir sebab sebenarnya fungsi pemuda di dalam masyarakat yang sedang bergolak adalah pendek sekali, dan kerenanya masa yang pendek itu haruslah dapat menghasilkan prestasi dan momentum yang menentukan”.

- Adam Malik dalam "Mengabdi Republik" -

***

NEGERI DI PERSIMPANGAN JALAN

Berduyun rakyat kian mengaduh
Terhampar duka dan rasa pilu
Gemuruh bising rakyat menjerit
Meratapi nasib yang begitu pelik

Rakyatku miskin,
Namun terlalu kaya bila ditelusuri
Negeriku demokratis,
Namun seringkali berubah anarkis

Bangsaku Merdeka,
Namun masih saja bergantung kepadanya
Generasiku pintar,
Namun terbuai oleh manisnya benda berbinar

Indonesiaku di persimpangan jalan...

Kini ku merenung,
100 tahun sudah tertanam jiwa nasionalisme
80 tahun berkumandang di atas sumpah darahku
63 tahun menghirup udara kemerdekaan
10 tahun melaju di landasan pacu reformasi

Tetapi entah mengapa,
Perubahan itu kian hari kian tak menentu
Semua yang hadir masih saja terlihat semu
Layaknya fatamorgana memendar bayangan kelabu

Indonesiaku di persimpangan jalan…

Nusantara...,
Jangan lagi kau tertunduk bersujud
Kembalilah pada titah awal negeri ini terwujud
Sebab kini rotasi dunia berputar begitu kencang
Tak lagi iba meninggalkan bangsa yang terbelakang

Bangkitlah Indonesiaku!
Negeri subur, sumber daya menjamur
Bangkitlah Indonesiaku!
Robohkan jiwa egoisme, wujudkan rasa optimisme

Tepat hari ini ku torehkan seberkas janji
Niat mengabdi di haribaan Ibu Pertiwi

Jakarta, 28 Oktober 2008

Catatan:
Puisi di atas merupakan bagian pembuka tulisan dari Buku yang akan diterbitkan oleh Penulis dalam waktu dekat ini.


Monday, October 13, 2008

Mundurnya Sang Laskar Konstitusi

MUNDURNYA SANG LASKAR KONSTITUSI
Oleh: Pan Mohamad Faiz

Mundurnya Jimly Asshiddiqie dari jabatannya sebagai Hakim Konstitusi amat disayangkan oleh banyak pihak. Pasalnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini dianggap sebagai spirit sekaligus icon dari MK, Mahkamah yang telah menjelma menjadi peradilan modern pertama di Indonesia yang hingga saat ini masih terbilang bersih dari segala macam praktik korupsi dan mafia peradilan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan MK dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya seperti sekarang ini tidak terlepas dari andil besar Jimly, sang Laskar Konstitusi.

Sederet kebijakan, gagasan, dan keputusan yang sebelumnya sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh banyak orang, Jimly tanamkan pada lembaga pengadilan yang dilahirkan dari rahim reformasi ini, termasuk misalnya penempatan (positioning) dalam pergaulan antar sesama lembaga negara. Untuk menyelesaikan dan menuntaskan programnya membangun institusi MK, selaku arsitek pertama, Jimly tidak jarang pula terpaksa menerapkan pola “kebijakan besi”. Sehingga selama periode kepemimpinannya, MK sering kali diterjang ketidaksukaan yang datang baik itu dari lembaga negara ataupun para perseorangan lainnya. Akan tetapi sampai penghujung akhir periode kepemimpinannya, Jimly terbukti dan dianggap berhasil menggawangi MK bersama-sama dengan delapan hakim Konstitusi lainnya.

Sejumlah Asumsi

Mengherankan memang, tatkala di negeri ini banyak orang yang berebut dan berjuang mati-matian untuk mempertahankan suatu posisi atau jabatan tertentu, Jimly justru meletakkan jabatan strategisnya dengan sukarela. Tidak pelak, sejumlah asumsi dan reaksi berhamburan di tengah-tengah keterkejutan dunia hukum terhadap keputusannya. Asumsi-asumsi publik tersebut muncul dan berkembang cepat atas misteri di balik mundurnya Jimly. Misalnya, adanya asumsi mengenai kekecewaan pribadi, mengincar kursi Ketua Mahkamah Agung, ingin kembali ke kampus, menghilangkan kesan “matahari kembar”, hingga berhembus kabar adanya tawaran dari parpol tertentu untuk menjadikan Jimly sebagai Capres atau Cawapres pada Pemilu 2009 mendatang.

Walaupun jawaban mundurnya telah dibeberkan secara langsung pada saat Konferensi Pers yang digelar pada Selasa (7/10) lalu, namun tetap saja tidak akan memuaskan rasa keinginan tahu banyak pihak. Sebab, pengunduran diri seorang pejabat negara masih dianggap tidak lazim di era bobrocracy dan kleptocracy seperti sekarang ini. Oleh sebab itu, beragam respons bermunculan, ada yang menyayangkan, ada yang menaruh simpatik, dan ada pula yang menunjukkan kekecewaan beratnya. Salah satu reaksi keras terutama datang dari beberapa anggota Komisi III DPR RI yang terlibat langsung dalam mensukseskan dirinya melenggang ke gedung sembilan pilar.

Sejatinya, respons yang beragam ini dapat terkelola dengan memposisikan duduk perkara sebaik-baiknya. Hal ini bertujuan, seandainya terdapat buntut permasalahan, kita pun dapat menemukan solusi yang terbaik dan tercepat, sekaligus memperbaiki tata nilai dan sistem yang dianggap kurang sempurna. Bukan dengan justru menyengajakan untuk memicu atau mengkeruhkan suasana, bersamaan dengan isu-isu liar lainnya yang seakan-akan ikut memperpanas wajah dunia peradilan di Indonesia. Teknik devide et empera yang diwariskan penjajah kolonial kadangkala menjadi metode yang sering digunakan oleh para elit akhir-akhir ini. Padahal pola seperti ini sama sekali tidak memberikan jaminan dapat menjernihkan duduk permasalahan, apalagi untuk memecahkan suatu masalah.

Budaya dan praktik ketatanegaraan kita haruslah pula tumbuh menjadi lebih bermartabat dan harmonis. Akan tetapi, harmonis di sini juga janganlah diartikan bahwa semua pendapat harus sama atau disamakan. Menurut pakar komunikasi, mengelola perbedaan pendapat ibarat memandu sebuah grup orkestra. Suara musik yang berlainan justru harus dimanfaatkan agar dapat menghasilkan irama lagu yang indah. Berangkat dari hal tersebut, biarkanlah respons keterkejutan ini berkembang apa adanya sepanjang tersampaikan dan terbentuk dengan cara-cara yang baik nan konstitusional, sebagaimana negara maju seperti Jepang selalu bersikap besar hati terhadap seorang pejabat yang memutuskan mundur dari jabatannya.

Toh, seandainya memang DPR akan meminta keterangan dari Jimly atas keputusan mundurnya secara santun dan berwibawa, kita pun yakin bahwa sebagai seorang negarawan hukum, Jimly akan dengan senang hati menyambut permintaan itu. Meskipun sebenarnya sejak jauh-jauh hari, Jimly telah pula mengkomunikasikan niatnya untuk mundur itu secara lisan kepada hampir seluruh pimpinan pejabat lembaga negara, termasuk pimpinan Komisi III DPR, tokoh-tokoh bangsa, serta pimpinan ormas dan parpol yang turut mendorongnya dalam pemilihan Hakim Konstitusi generasi kedua beberapa saat yang lalu.

Ladang Pengabdian

Keputusan yang telah diambil Jimly berdasarkan saran, nasehat, dan hasil renungannya selama bulan suci Ramadhan kini telah bulat. Maka sejak akhir November nanti Jimly definitif akan kembali menjadi “rakyat biasa”, dengan catatan tidak akan ada permasalahan administratif diturunkannya Keppres Pemberhentian. Kita semua tentunya sangat berharap, pencetak 32 buku ilmiah di bidang hukum dan Konstitusi ini akan tetap dan terus berkarya di ladang pengabdian akademisnya, baik itu dari dalam kampus maupun dari luar kampus. Gagasan, pendapat, dan ide-ide visioner dari Guru Besar hukum tata negara ini akan teramat ‘mubazir’ apabila tidak tersalurkan secara baik dan tepat.

Oleh karena itu, kita pun tidak dapat menutup kesempatan apabila terdapat kemungkinan bagi Jimly untuk mengabdi kembali bagi negara dalam suatu jabatan atau posisi publik tertentu. Kalaupun ada setitik hitam akibat keputusan mundurnya dari MK, sejatinya tidak pula kita tiba-tiba menghitamkan seluruh kain putih yang telah Jimly bentangkan selama ini. Sebagai bangsa yang besar, kita pun dituntut untuk dapat melihat sebuah persoalan bangsa dengan semakin jernih dan bijak dari beraneka ragam sudut pandang.

Jarum jam terus berputar, tetapi jarum sejarah akan tetap bertahan. Jimly sudah pasti akan menjadi salah satu pelaku sejarah yang terekam dalam perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia. Umumnya, seorang negarawan (statesman) akan memutuskan sesuatu atas dasar pertimbangan ataupun kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar daripada sekedar kepentingan pribadinya. Oleh karena itu kita semua pun berharap, suatu saat nanti akan ada cahaya penerang atas kesimpangsiuran atas keputusan mundurnya Jimly. Akhirnya, patut kita layangkan ucapan terima kasih atas pengabdian Jimly selama di MK, seraya berharap Jimly dapat terus menjadi motor dan inspirator bagi para Laskar (pelangi) Konstitusi lainnya.

* Penulis adalah pendiri Institute for Indonesian Law and Governance Development (IILGD)


Thursday, October 09, 2008

INFO: Lomba Menulis Cerpen "Boston Legal"

Dear Blawg readers,

Berikut saya sampaikan info dari salah satu rekan Blawgger saya, , Rika Amrikasari, yang berinisiatif untuk melakukan semacam kompetisi menulis yang bertemakan Hukum setelah terinsipirasi oleh film "Boston Legal".

Bagi yang berminat silahkan ikut berpartisipasi, sebab selain akan mengasah skill menulis, jika beruntung juga akan memperoleh "Bonus" yang beraneka ragam

Salam Hangat,
PMF

---

Dear Bloggers/Blawggers,

Dalam rangka ulang tahun saya tahun ini, saya yang sedang keranjingan bikin
buku, berencana ingin membuat buku lagi.

Untuk itu, sekali lagi saya ingin mengadakan lomba menulis cerpen, yang hasilnya
akan saya bukukan juga.

Tema yang saya ambil kali ini agak berbeda dari biasanya, mengingat hari ini
adalah hari spesial saya.

Bagi bloggers yang sering membaca tulisan-tulisan saya pasti tahu bahwa saya
adalah penggemar film seri 'Boston Legal'. Saya penggemar berat tokoh Alan Shore
yang ada di film tersebut.

Nah, untuk memuaskan hasrat saya, (*doh bahasanya...hahahaha....), saya
mengundang para Blogger yang memang merasa dirinya seorang penulis yang baik,
untuk membuat sebuah cerpen dengan tema kehidupan seorang Lawyer perempuan
dengan karakter tokoh Alan Shore dan cerita hidup sehari-harinya yang
berhubungan dengan pekerjaannya sebagai seorang Lawyer!

Bagi yang belum pernah menonton film-nya silakan nonton dulu deh, supaya punya
bayangan apa yang harus ditulis.

Cerita harus original, tidak mengambil cerita orang lain, dan tidak berupa
translate dari salah satu kisah yang ada di film tersebut. Contoh kasus yang
dijadikan cerita, disesuaikan dengan kehidupan dan situasi hukum di negara kita.
Sebagai bumbu cerita anda harus menambahkan bumbu cinta, komedi, keprihatinan,
intrik, atau apapun yang anda anggap bisa mempercantik cerita anda.

Remember, saya hafal semua cerita sampai ke detail kasus pada film Boston Legal,
jadi kalau ada yang menyontek, pasti ketahuan! ;)

Selain akan dibukukan dan dilempar ke pasar, lomba cerpen ini juga berhadiah,
lho! Meskipun hadiahnya nggak banyak, tapi saya ikhlas kok! :D *katanya harus
ikhlas kan?

Hadiah I - uang tunai sebesar Rp. 1,500,000
Hadiah II - uang tunai sebesar Rp. 1,250,000
Hadiah III - uang tunai sebesar Rp. 1,000,000

Seleksi pemenang kali ini TIDAK BERDASARKAN FAVORITISME. Karya anda akan dinilai
oleh juri-juri yang akan saya umumkan kemudian setelah mendapatkan konfirmasi
dari yang bersangkutan. Dengan cara ini saya yakin, penulis terbaik akan
mendapatkan hasil terbaik pula!

KEPUTUSAN JURI ADALAH MUTLAK DAN TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT!

Naskah cerpen yang akan dilombakan, seperti biasa diposting di blog
masing-masing dan menginformasikan link-nya di blog saya
(http://blog.indosiar.com/roseheart) , serta diberi tanda "You would need a good
lawyer to set you free from the Jail of My Heart" pada ujung kanan halaman
pertama. Mengingat saya tidak memberikan alternatif judul pada kompetisi kali
ini, maka untuk lebih membebaskan imajinasi, judul dibuat sendiri sesuai dengan
tema yang sudah saya berikan. Tadinya saya ingin karya anda dikirimkan ke email
saya, tapi setelah saya pikir-pikir lagi, kalau diposting semua orang bisa baca
kan? Jadi tambah semangat menulisnya! ;)

Hasil karya blogger selambat-lambatnya sudah saya terima pada tanggal 25 Oktober
2008. Pengumuman pemenang akan diumumkan pada tanggal 15 November 2008.

Selamat mencoba! ;)

PS : Lomba ini khusus diperuntukkan bagi Blogger, karena saya hanya ingin
membukukan karya para Blogger! *Dari Blogger untuk Blogger, if not us, who else?

Cheers,
Risa Amrikasari
http://blog.indosiar.com/roseheart



Tuesday, October 07, 2008

Breaking News (6)

KONFERENSI PERS PENGUNDURAN DIRI JIMLY ASSHIDDIQIE
SEBAGAI HAKIM KONSTITUSI

Tidak ada yang berbeda dengan aktivitas keseharian fungsi dan tugas Mahkamah Konstitusi pasca merebaknya penyerahan surat pengunduran diri Hakim Konstitusi, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., kepada Ketua MK pada Senin (6/9) kemarin. Guru Besar Hukum Tata Negara UI ini pun masih sempat memberikan kuliah khusus kepada para mahasiswa S-3 UI dan menerima beberapa kunjungan tamu khusus di ruang kerjanya sebelum jam aktif kerja Hakim Konstitusi dimulai.

Sedikit perbedaan hanya terlihat dari jumlah kehadiran para wartawan yang lain dari biasanya dan sudah berdatangan sejak dini hari guna melakukan konfirmasi atas kebenaran dan alasan pengunduran tersebut. Tepat ketika Jimly turun dari kendaraan dinasnya di lobi Mahkamah Konstitusi, beberapa wartawan mencoba untuk mendekati guna mengajukan berbagai pertanyaan seputar berita pengunduran dirinya. Namun, Jimly hanya mengisyaratkan bahwa konferensi pers secara khusus dan bersama-sama akan diadakan pada Rabu (7/9) sore hari ini, selepas kembalinya rombongan Hakim Konstitusi melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden di Istana Negara.

Konferensi Pers yang dibuat terpisah ini ditempuh oleh Jimly Asshiddiqie berdasarkan alasan bahwa dirinya sangat menjunjung tinggi etika bernegara dengan cara menyampaikan maksudnya terlebih dahulu secara langsung kepada Presiden dan Pimpinan Komisi III DPR RI. Setelah itu, alasan pengunduran dirinya akan disampaikan secara terbuka kepada wartawan dan publik secara luas.

Rencananya rombongan dijawalkan akan berangkat dari Mahkamah Konstitusi pukul 14.00 WIB dan diperkirakan akan kembali ke lokasi yang sama setelah Pukul 15.00 WIB. Sedangkan lokasi konferensi pers akan dilaksanakan pada Ruang Konferensi Pers Lt. 14 Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Merdeka Barat No 7 Jakarta Pusat. (pmf)

Sumber: Jimly.com

Alasan apakah yang turut melatarbelakanginya keputusannya tersebut? Tunggu berita selanjutnya di Jurnal Hukum.

Konstitusi Rakyat

MERAJUT KONSTITUSI RAKYAT
Oleh: Pan Mohamad Faiz *

Bola panas kembali bergulir menjelang digelarnya pesta rakyat (pemilu) lima tahunan. Kali ini isu mengenai perubahan UUD 1945 kembali mengemuka, hanya saja sifat usulannya lebih ‘halus’ yaitu didahului dengan pembentukan lembaga pengkaji UUD semacam Komisi Konstitusi. Adalah MPR yang memunculkan gagasan tersebut setelah menyambut baik usulan amandemen dari Presiden SBY yang disampaikannya di hadapan para anggota DPD belum lama ini.

Berbeda dengan ketiga lembaga tinggi negara di atas (MPR, DPD, Presiden), DPR lebih bersikap dingin atas usulan amandemen kelima terhadap UUD 1945. Pasalnya, lembaga perwakilan rakyat tersebut merasa sudah cukup puas dengan kewenangan kuat yang melekat pada dirinya (legislative heavy) sebagai hasil pergulatan panjang amandemen UUD 1945 dalam empat tahap dari tahun 1999-2002. Sebaliknya, baik MPR maupun Presiden merasa bahwa kewenangan yang dimilikinya terlucuti akibat hasil amandemen. Sedangkan bagi DPD, kewenangan konstitusional yang dimiliknya berdasarkan Pasal 22D UUD 1945 menciptakan kondisi seakan-akan hidup segan mati pun tidak mau.

Oleh karena itu, berdasarkan klasifikasi kepentingannya, amandemen kelima ini dapat dikatakan cenderung membawa kepentingan-kepentingan lembaga tertentu untuk lebih dapat mendongkrak kekuasaannya masing-masing (Negretto, 1998). Jika benar adanya, maka dikhawatirkan bahwa amandemen kelima nanti akan kembali mengulang sejarah kesalahan yang sama dengan menjadikan ajang amandemen sebagai permainan politik di kalangan elite semata. Kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sekaligus pemilik sejati sebuah konstitusi negara, seakan-akan dikesampingkan dalam hal ini.

Untuk menghindari terjadinya pencemaran konstitusi oleh para elite politik, maka salah satu jalan keluarnya adalah dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dan aktif (Murray, 2001). Sehingga, produk konstitusi yang akan dihasilkan akan menjadi cerminan konstitusi yang memiliki legitimasi kuat dari masyarakatnya.

Menelaah Tim Telaah

Konstitusi sebagai living organism tentunya harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi dan perubahan jaman. Sebelum terjadinya amandemen, UUD 1945 yang sangat kaku dan terlalu disakralkan memang terbukti membawa dampak buruk bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Thomas Jefferson (1975) berargumentasi bahwa konstitusi sebaiknya diamandemen pada setiap generasi baru untuk memastikan bahwa pasal-pasal yang sudah mati tidak akan berbenturan dengan kehidupan kekinian masyarakatnya.

Hadirnya Tim Telaah Konstitusi berdasarkan hasil rapat gabungan MPR menunjukkan bahwa kajian terhadap substansi dan pelaksanaan konstitusi dirasa kian mendesak. Namun demikian, beberapa telaah kritis perlu pula dialamatkan terhadap pembentukan tim tersebut.

Pertama, pembentukan tim telaah konstitusi ini terkesan kurang terencana, terlalu dipaksakan, dan lahir secara prematur. Mengenai siapa pembentuk dan penamaannya ternyata lebih mendominasi pemikiran para pengusungnya. Sedangkan terhadap siapa saja yang akan terlibat di dalamnya, agenda dan target apa yang akan dituju, hingga limitasi waktu pelaksanaan tugasnya, justru dipikirkan dikemudian hari. Kalaupun telah dibahas, transparansi dan publisitasnya pun sampai sekarang sama sekali tidak terdengar. Oleh karena itu, tim telaah ini dikhawatirkan akan bernasib sama dengan Komisi Konstitusi yang dibentuk beberapa tahun silam, yaitu tidak adanya kejelasan tindak lanjut atas hasil kerjanya.

Kedua, kajian terhadap konstitusi melalui suatu lembaga yang dibuat khusus seharusnya dilakukan dengan memetik pengalaman terhadap pola-pola yang telah sukses dilaksanakan oleh negara-negara lain. Untuk menyebut beberapa di antaranya, misalnya Constitutional Drafting Assembly di Thailand, National Commission to Review the Working of the Constitution (NCRWC) di India, atau South African Constituent Assembly di Afrika Selatan. Produk kajian yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga tersebut memiliki legitimasi rekomendasi dan analisa yang cukup kuat. Selain pembentukannya dirancang sedemikian matang, partispasi publik sebagai kunci penting perubahan konstitusi juga dibuka secara luas dengan tingkat penjaringan yang efektif sekaligus sebagai ajang pendidikan konstitusionalisme bagi rakyatnya.

Partisipasi Rakyat

Sala satu kelemahan mendasar dari UUD 1945 hasil perubahan yaitu terjadinya kerancuan sistematika dan teknik penyusunan (legislative drafting). Akibatnya, teks-teks dalam konstitusi teramat sulit untuk dimengerti oleh masyarakat luas. Hasilnya, konstitusi (baru) Indonesia dinilai semakin tidak merakyat. Apatisme publik yang terjadi selama proses amandemen tahap pertama hingga keempat turut pula menghambat terciptanya suatu konstitusi rakyat (people’s constitution). Padahal, adanya partsipasi dari publik dapat menjadi senyawa aktif dalam menciptakan konstitusi yang demokratis. Lebih dari itu, kesadaran berkonstitusi tentunya akan meningkat tajam apabila keterlibatan publik secara aktif benar-benar terlaksana.

Dalam konteks ini, mengutip rekomendasi yang dihasilkan oleh Commonwealth Human Rights Initiatives, Denny Indrayana (2007) mengutarakan sebelas prinsip pembuatan konstitusi yang terkait erat dengan partisipasi publik, yaitu: (1) legitimasi; (2) inklusivitas; (3) pemberdayaan masyarakat sipil; (4) keterbukaan dan transparansi; (5) aksesibilitas; (6) pengkajian yang berkesinambungan; (7) akuntabilitas; (8) pentingnya proses; (9) peran partai politik; (10) peran masyarakat sipil; dan (11) peran para pakar.

Guna terciptanya Konstitusi Rakyat, maka mau tidak mau dan suka tidak suka, tim telaah yang sudah terbentuk saat ini maupun yang akan datang, haruslah memenuhi kesebelas prinsip minimum di atas. Dengan memanfaatkan momentum Pemilu 2009 mendatang, justru lembaga perwakilan melalui partai politik dan perseorangan independen yang ada di dalamnya dapat lebih mudah membumikan hasil kajian konsep amandemen maupun menjaring berbagai masukan dari setiap elemen masyarakat. Tidak terkecuali bagi 34 Pusat Kajian Konstitusi (PKK) yang sudah terbentuk di berbagai universitas yang tersebar di seluruh Indonesia, sudah seyogyanya mereka dilibatkan untuk turut menyumbangkan kajian ilmiah bagi penyempurnaan UUD 1945 saat ini. Diharapkan hasil kajian akademis mereka dapat terhindar dari kepentingan politik praktis.

Kiranya kita semua harus mengingat kembali akan arti pentingnya gagasan dasar atas konstitusi yang dikemukakan oleh Patrick Henry, “the Constitution is not an instrument for the government to restrain the people, but it is an instrument for the people to restrain the government”. Jadikanlah rakyat sebagai aspirasi dan jiwa dari konstitusi itu sendiri!

* Pengamat Hukum dan Konstitusi. Alumnus Faculty of Law, University of Delhi.


Saturday, October 04, 2008

Happy Eid-ul Fitr 1429 H


Assalamualaikum Wr. Wb.



Dear my Blawgger Colleagues,

The holy and graceful Ramadan has past.
On this special occasion I would like to wish you and your family:

"Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum.
Kullu 'amin wa antum bi khoir"


Happy Eid ul-Fitr 1429 H

Please forgive my intentional or intuitively mistakes in the past and
may God always bless us. Amen.


Wassalamualaikum Wr. Wb.



===

Pan Mohamad Faiz, S.H., M.C.L.
The Constitutional Court of Republic of Indonesia

# http://jurnalhukum.blogspot.com #

“I thank God for His abundant mercy, guidance and
endless favors upon humanity and justice”