Tuesday, May 27, 2008

Ruang Refleksi: Bayang-Bayang Merek Lulusan Luar Negeri

Artikel berikut merupakan tulisan penulis yang dimuat dalam rubrik Ruang Tamu Majalah Arus Kampus Edisi IV – Rabi’ul Akhir 1429 dengan fokus "Imunisasi Akademik". Arus Kampus merupakan media independen gerakan mahasiswa Indonesia di Cairo dengan tujuan meningkatkan wawasan dan jaringan peran. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dewan Redaksi yang telah mengundang dan memberikan kepercayaan kepada Penulis untuk sedikit menggoreskan penanya dan sedikit berbagi pengalaman dengan kawan-kawan Mahasiswa di Mesir.

Semoga tulisan ini dapat juga dijadikan Ruang Refleksi bagi seluruh pelajar dan mahasiswa Indonesia dimanapun berada.

Salam Hormat,
Pan Mohamad Faiz


BAYANG-BAYANG MEREK LULUSAN LUAR NEGERI

Sebuah Refleksi oleh Pan Mohamad Faiz*
Ketua Umum DP PPI-India 2007/2008

“Berangkat saja, kesempatan emas ini belum tentu datang dua kali. Untuk apa tunggu-tunggu waktu lagi... ”, jawab salah seorang Profesor saya dalam merespon kebimbangan diri ini ketika saya menerima tawaran untuk melanjutkan pendidikan di Negeri Gandhi, India.

Maklum saja, pada saat itu - dan besar kemungkinan masih terjadi hingga saat ini - atmosfer yang terbangun hampir pada diri setiap pelajar dan mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri terus berkiblat pada negara-negara barat, jika tidak Amerika, Inggris, Eropa, atau Australia.

Pengalaman ini mungkin bukan hanya terjadi pada diri saya sendiri, tetapi bisa jadi menghinggapi sebagian besar kawan-kawan pelajar Indonesia lainnya yang akan atau sedang menempuh pendidikan di negara-negara berkembang dunia. Raut penyesalan atau setidaknya rasa kurang percaya diri, seringkali terpancar jelas apabila saya tengah melakukan perbincangan bersama kawan-kawan mahasiswa Indonesia di India ataupun negara-negara berkembang lainnya.

Padahal, ketika kita menghadiri beberapa Konferensi Internasional yang diperuntukan khusus bagi Pelajar Indonesia di luar negeri, mereka yang hadir dari negara-negara berkembang dalam kenyataannya dapat membuktikan kemampuannya setara dengan mereka yang berasal dari negara maju lainnya.

Salah satu alasan utama yang kerap dijadikan sebagai “kambing hitam” terhadap situasi ini yaitu persoalan “brand” atau merek. Bahkan hingga saat ini, masih saja sebagian besar dari kita sendiri yang sebenarnya telah diberikan kesempatan menempuh pendidikan di luar negeri beranggapan bahwa negara yang dihuninya kini tidak mampu menciptakan lulusan yang berdaya saing dan berdaya jual tinggi.

Tidak bisa dipungkiri, hingga saat ini Indonesia memang masih terjangkit dengan apa yang disebut “branding syndrome”. Mulai dari berbagai macam produk pangan, sandang, dan papan, bahkan hingga memasuki ranah produksi lulusan luar negerinya, semuanya kalau bisa dikaitkan dan dimonopoli dengan merek yang terkesan kebarat-baratan.

Oleh karenanya, bagi kita yang sedang belajar di luar negeri, khususnya di India dan Mesir, sudah sepatutnya juga mengangkat derajat dan martabat kita bersama sekaligus membuktikannya bahwa pendidikan bukan sekedar ditentukan dari sebuah balutan merek, tetapi unsur kualitas yang harus lebih diutamakan.

Dalam membangun kualitas pribadi maupun bersama, tentunya komitmen dan tekad keseriusan dalam belajar harus sudah benar-benar bulat. Jika tidak, hasil yang diperoleh tentunya akan nihil. Oleh sebab itu, perjuangan kita pun harus menjadi dua kali lebih keras, yaitu pertama, membentuk pribadi yang unggul baik di bidang akademik maupun non-akademik dalam kaitannya untuk meningkatkan daya saing; dan kedua, memperkuat jaringan dan kerjasama antar sesama baik di dalam negeri maupun luar negeri, guna meningkatkan daya jual.

Kehadiran dan pesatnya perkembangan ICT (Information Communication and Techonology), tentunya lebih memudahkan kita mencapai kedua hal tersebut di atas. Sebab, sebagaimana Thomas L. Friedman katakan bahwa saat ini “dunia itu menjadi datar”. Artinya, berbagai informasi dan ilmu pengetahuan yang berada di belahan dunia lain pun sebenarnya kini dengan sangat mudah dapat kita miliki juga.

Namun kini pertanyaannya adalah telah sejauh manakah kita memanfaatkan kesempatan belajar di luar negeri ini sekaligus mempersiapkan diri untuk bersaing sehat dengan saudara-saudara sebangsa ataupun lain bangsa dari seluruh penjuru dunia? Jangan-jangan, sudah kita tidak menyadari problematika yang tengah menanti setelah lulus, masih saja kita berasyik-masyuk melakukan hal-hal yang kurang begitu penting di luar negeri ini dengan mengindahkan tujuan utama kita, yaitu belajar guna memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman internasional yang seluas-luasnya.

Teringat nasihat penutup dari sang Profesor yang hingga saat ini terus melintas di benak saya dan sungguh pun hal tersebut telah menjadi inspirasi serta obor motivasi selama menempuh pendidikan di India. “... Toh, dari negara luar manapun anda lulus, pada akhirnya kualitas kamu sendirilah yang akan lebih menentukan, apakah kamu layak diterima dan diperhitungkan oleh masyarakat Indonesia atau tidak. Bukan sekedar asal negaranya. Paham?”, jelas sang Profesor lulusan Indonesia murni (S1-S3) yang kini menjabat sebagai Ketua salah satu Lembaga Negara RI.

Wallahu ’alam Bishawab...

* Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum pada Faculty of Law, University of Delhi. Peraih penghargaan “The Best Oralist Presentation (Lecture)” dalam Indonesian Students Scientific Meeting 2008 di Belanda [update]. Penulis dapat dihubungi melalui http://panmohamadfaiz.com.