DEMOKRASI MEMPUNYAI CACAT BAWAAN
Walaupun masih tergolong sebagai lembaga negara yang baru, namun dari sudut ide, pembentukan fungsi Mahkamah Konstitusi telah muncul pada masa didirikannya BPUPKI di tahun 1945. Adalah Muhammad Yamin yang menggelontorkan ide mengenai perlunya diadopsi sistem pengujian undang-undang terhadap UUD (judicial review), hanya saja pada saat itu dia menggunakan istilah “membanding UU” kepada Balai Agung (Mahkamah Agung -red).Akan tetapi, ide tersebut ternyata ditentang oleh Soepomo yang berpendapat bahwa selain Indonesia tidak menganut teori trias politika murni Montesquieu, sistem pengujian undang-undang tidaklah cocok dengan paradigma yang telah disepakati sebagai substansi yang terkandung di dalam UUD 1945.
Demikian uraian yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Hakim Konstitusi RI, ketika menyambut sekaligus memberikan kuliah umum kepada para Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Ruang Konferensi, Gedung MKRI, Kamis (11/9).
Dalam kesempatan temu wicara tersebut, sekitar seratus Mahasiswa Baru (Maba) FHUI angkatan 2008 dihadirkan oleh Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FHUI dalam rangka pelaksanaan rangkaian kegiatan Bulan Pembinaan Mahasiswa Baru (BPMB).
“BPMB ini diadakan dengan tujuan untuk lebih mengenalkan para mahasiswa hukum UI, baik kepada lingkungan FHUI maupun lembaga dan instansi hukum di luar FHUI,” jelas Amel, Mahasiswi semester lima yang saat itu menjadi moderator diskusi.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi saat ini memang dirasakan bukan saja sekedar sebagai lembaga negara yang berkutat dalam hal urusan persidangan ketatanegaraan saja, namun juga telah menjelma sebagai tempat “pariwisata intelektual” yang menarik minat banyak pihak. Beberapa diantaranya seperti mahasiswa hukum, organisasi sosial-kemasyarakatan, partai politik serta para aktivis kepemudaan, datang secara silih-berganti untuk menimba ilmu pengetahuan, khususnya di ranah hukum dan ketatanegaraan Indonesia kontemporer.
Dalam kesempatan tersebut, Jimly Asshiddiqie yang juga merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara UI, menjelaskan pelaksanaan tugas Mahkamah Konstitusi yang terkait dengan empat hal, yaitu sebagai: (1) pengawal konstitusi (guardian of the constitution); (2) pengontrol demokrasi dan pelindung hak kaum minoritas (the controller of democracy and protector of minority’s rights); (3) pelindung hak warga negara dalam konstitusi (the protector of constitutional citizen’s rights); dan (4) penafsir final atas konstitusi (the final interpreter of constitution).
Dalam konteks demokrasi yang dijalankan secara umum terdapat prinsip-prinsip utama seperti “rule of majority” dan “one man one vote”. Namun demikian, majority rules tersebut tidaklah selalu identik dengan constitutional truth. Untuk itu perlu dilakukan kontrol terhadap demokrasi dan harus pula diimbangi dengan prinsip rule of law.
Undang-undang yang telah disepakati merupakan cermin kehendak rakyat, akan tetapi tidak pula selalu identik dengan kehendak seluruh rakyat. Sedangkan, Konstitusi merupakan suatu konsensus kebangsaan dan telah menjadi perjanjian kolektif antar sesama warga negara dan antara warga negara dengan negara, sebagaimana J.J. Rousseau menjabarkannya dalam konsep du contract social.
“Demokrasi terkadang mempunyai cacat bawaan. Undang-undang itu merupakan produk kompromi politik, oleh karenanya tanpa disadari dapat menabrak ketentuan di dalam Undang-Undang Dasar. Padahal, seluruh ketentuan hukum haruslah mengacu pada referensi yang paling tinggi, yaitu Undang-Undang Dasar,” jelas Jimly yang meraih gelar sarjana hukumnya dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1982.
Sebelum menutup acara diskusi tersebut, para peserta memperoleh kesempatan untuk mengajukan berbagai pertanyaan terkait dengan isu hukum ketatanegaraan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Di akhir acara, kepada para penanya diberikan kenang-kenangan berupa buku hukum yang diterbitkan atas hasil kerjasama antara BEM FHUI Periode 2007/2008 dengan Mahkamah Konstitusi RI yang memuat kumpulan tulisan dan artikel ilmiah karya para mahasiswa hukum Indonesia. [PMF]
Sumber: www.jimly.com
masih banyak yang harus kita benahi diBidang Hukum Indonesia, terkadang terfikir apa karna masyarakat Indonesianya atau karna hukum dan pemerintah yang kurang tegas.
ReplyDelete